Kegiatan Visiting Professor: Penguatan Peran Wakaf dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional
Kegiatan Visiting Professor: Penguatan Peran Wakaf dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional
Dampak penyebaran virus COVID-19 dapat sangan dirasakan oleh seluruh masyarakat dunia, tidak terkecuali di Indonesia, baik menyentuh aspek kesehatan itu sendiri secara langsung, serta aspek sosial dan aspek ekonomi sebagai dampak selanjutnya. Disebutkan oleh Prof. Dr. Raditya Sukmana, S.E., M.A., bahwa salah satu dampak sosial yang terpampang nyata adalah tingkat pengangguran terbuka dan tingkat kemiskinan yang masing-masing diproyeksikan bisa mencapai angka 9,02 persen dan 10,98 persen di tahun 2020. Hal tersebut disampaikan oleh Professor Raditya dalam Visiting Professor yang diselenggarakan Program Studi Ekonomi Syariah FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (7/7). Tidak hanya itu, ekonomi juga merupakan aspek lainnya yang sangat terdampak dengan adanya pandemi ini, ditandai dengan penurunan penawaran dan permintaan di berbagai sektor, seperti sektor pariwisata, otomotif, garmen, hingga ritel. Guru Besar Ilmu Ekonomi Islam Universitas Airlangga tersebut kemudian juga menjelaskan besarnya potensi zakat, infak, shadaqah, dan wakaf (ZISWAF) untuk mendorong pemulihan ekonomi pasca pandemi, secara khusus di Indonesia melalui Program Penyaluran Khusus Badan Zakat Nasional (BAZNAS), dalam bentuk bantuan edukasi dan sosialisasi PHBS, penyediaan APD dan ruang isolasi, maupun bantuan sosial ekonomi seperti paket logistik keluarga, zakat fitrah, serta bantuan tunai mustahik. Skemanya, lebih lanjut dijelaskan oleh Professor Raditya, bahwa wakaf dapat disalurkan ke sektor-sektor komersial/infrastruktur dan sektor nirlaba yang mana keduanya dapat memberikan manfaat fiskal, baik secara langsung melalui laba yang dihasilkan sektor infrastruktur, maupun dampak jangka panjang dari operasional sektor nirlaba. Sejalan dengan itu, Dr. Nofrianto, M.Ag. sebagai pembicara kedua dalam kegiatan Visiting Professor juga menyampaikan peranan wakaf di berbagai negara Islam seperti Mesir, Saudi Arabia, atau Turki, dimana pembangunan berbagai sarana dan prasarana pendidikan maupun kesehatan dibiayai dari hasil pengembangan wakaf produktif. Tidak hanya itu, dalam sejarah peradaban Islam juga disebutkan bahwa pada zaman Kesultanan Utsmaniyah seorang warga bisa mendapatkan fasilitas melahirkan di bangunan wakaf, bisa makan dan minum dari hasil pengelolaan wakaf produktif, belajar di sekolah-sekolah wakaf, bahkan disemayamkan di pemakaman hasil wakaf ketika ia meninggal. Tugas kita saat ini, lanjut Dr. Nofrianto, adalah menyusun strategi-strategi pengembangan wakaf dengan meningkatkan awareness wakif dan masyarakat tentang wakaf itu sendiri, sehingga dapat mencapai target peningkatan jumlah penghimpunan dana wakaf. Selain itu, pengembangan pengelolaan wakaf berbasis teknologi juga dirasa perlu oleh Dosen Prodi Ekonomi Syariah ini untuk membentuk ekosistem wakaf terutama di kalangan generasi milenial.