Program Studi Ekonomi Syariah Gelar Workshop Review Kurikulum untuk Menyesuaikan dengan Kebutuhan Industri
Pada hari Selasa, 8 Oktober 2024, Program Studi Ekonomi Syariah (PSES) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengadakan workshop review kurikulum untuk memastikan program studi ini tetap responsif terhadap kebutuhan industri yang terus berkembang. Workshop ini menghadirkan sejumlah pakar dari industri dan akademisi terkemuka, termasuk Dedy Hedrawan, Direktur PT. Shinhan Asset Management; Fahrizal Amir, Kepala Sekolah Amil Indonesia; Ahmad Masrur dari BSI Maslahah; serta Prof. Dr. Raditya Sukmana, Guru Besar Ekonomi dari Universitas Airlangga. Acara workshop ini dihadiri oleh dosen-dosen Program Studi Ekonomi Syariah dan dosen undangan dari program studi lainnya.
Dalam sambutan pembuka, Prof. Dr. Ibnu Qizam, Dekan FEB UIN Jakarta, menekankan pentingnya evaluasi kurikulum secara berkala agar tetap relevan dengan perubahan pesat di bidang ekonomi dan bisnis. Beliau juga menyoroti perlunya memperbarui nomenklatur mata kuliah serta konsentrasi program agar sesuai dengan permintaan industri, mempersiapkan lulusan yang siap bersaing di pasar kerja.
Pembicara pertama, Dedy Hedrawan, menyoroti pentingnya sertifikasi di industri pasar modal. Ia menjelaskan bahwa untuk dapat bekerja di industri ini, terdapat sembilan kualifikasi yang harus diperoleh melalui program sertifikasi. Ada juga 80 unit kompetensi yang diakui di pasar modal, sehingga kurikulum harus secara strategis menargetkan kompetensi yang diperlukan untuk meningkatkan kesiapan kerja lulusan.
Fahrizal Amir, dari Sekolah Amil Indonesia, memberikan rekomendasi untuk memastikan kurikulum sejalan dengan proses bisnis Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) dan mengintegrasikan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Fahrizal juga mendorong adanya kolaborasi strategis dengan Gerakan Zakat Indonesia dan Dunia untuk membuka wawasan mahasiswa tentang peran zakat dalam membangun peradaban Islam. Selain itu, ia menyarankan agar sertifikasi amil diintegrasikan ke dalam program, dengan lulusan yang memiliki keterampilan dalam penggalangan dana, tata kelola, dan teknologi informasi.
Ahmad Masrur menambahkan bahwa banyak lulusan konsentrasi ZISWAF (Zakat, Infaq, Sadaqah, Wakaf) bekerja di NGO dan lembaga zakat, sehingga relevansi beberapa mata kuliah seperti pengantar ZISWAF, tata kelola, statistik, dan kewirausahaan harus dipertahankan dan disesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja.
Prof. Dr. Raditya Sukmana membahas pentingnya memperkenalkan mata kuliah baru yang berfokus pada industri halal, mengingat pertumbuhan signifikan sektor ini dan prioritasnya dalam kebijakan pemerintah. Ia juga menekankan perlunya mengembangkan mata kuliah terkait inovasi produk keuangan syariah, misalnya sukuk CWLS, yang dapat mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis dalam menciptakan solusi keuangan syariah. Selain itu, mata kuliah kewirausahaan sebaiknya lebih fokus pada praktik nyata, di mana mahasiswa ditantang untuk menghasilkan pendapatan riil dari proyek bisnis yang mereka jalankan sebagai syarat kelulusan.
Sesi diskusi juga mengangkat masukan dari Abiyyu Achmad, mahasiswa semester 7 program studi Ekonomi Syariah, yang menyoroti adanya tumpang tindih materi antara mata kuliah seperti Ekonomi Makro Syariah, Ekonomi Publik Syariah, dan Ekonomi Zakat dan Wakaf. Ia menyarankan agar kurikulum berikutnya lebih tegas dalam membedakan konten setiap mata kuliah serta memperjelas batasan-batasannya. Ia juga menekankan pentingnya memperbaiki Rencana Pembelajaran Semester (RPS) untuk masing-masing mata kuliah dan memastikan bahwa mata kuliah serupa diajarkan oleh dosen yang berbeda untuk menghindari pengulangan materi.
Dalam sesi tanya jawab, Dr. Yuke Rahmawati, Ketua Program Studi Perbankan Syariah, menyoroti pentingnya laboratorium atau fasilitas praktik untuk mendukung sebuah mata kuliah atau konsentrasi untuk meningkatkan kompetensi lulusan. Menanggapi hal ini, Dedy Hedrawan menyarankan bahwa sertifikasi dan keterampilan analisis laporan keuangan sangat diperlukan di industri pasar modal, sementara Fahrizal Amir merekomendasikan adanya kolaborasi lebih lanjut dengan Sekolah Amil Indonesia untuk menyelaraskan kurikulum dengan kebutuhan industri amil.
Menanggapi pertanyaan dari Ali Rama, Ketua Program Studi Ekonomi Syariah, terkait penggabungan konsentrasi dan potensi membuka konsentrasi baru di bidang industri halal, Prof. Raditya menyarankan agar industri halal dimulai sebagai mata kuliah wajib terlebih dahulu. Jika banyak mahasiswa yang tertarik dan menjadikan topik tersebut sebagai tema skripsi, maka hal itu bisa menjadi pertimbangan untuk membuka konsentrasi baru di masa mendatang.
Workshop ini menegaskan pentingnya pengembangan kurikulum yang terus-menerus agar sesuai dengan tren industri dan sektor-sektor baru yang sedang berkembang. Diskusi ini memberikan wawasan berharga yang akan menjadi panduan dalam pengembangan kurikulum Ekonomi Syariah, memastikan lulusan memiliki keterampilan yang dibutuhkan di pasar kerja yang dinamis dan kompetitif, terutama dalam bidang keuangan syariah, pengelolaan zakat, dan industri halal. Workshop ini ditutup dengan komitmen para dosen dan pemangku kepentingan untuk terus berkolaborasi dalam penyempurnaan kurikulum, memastikan kesiapan lulusan menghadapi tantangan ekonomi lokal maupun global.