Program Studi Ekonomi Syariah Hadirkan Pakar Keuangan Islam Malaysia dalam Guest Lecture Internasional.
Program Studi Ekonomi Syariah Hadirkan Pakar Keuangan Islam Malaysia dalam Guest Lecture Internasional.

Jakarta, 4 Juni 2025 – Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dalam rangka memperingati Dies Natalis Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ke-23, Program Studi Ekonomi Syariah menyelenggarakan Seminar Internasional Guest Lecture bertema “Regulatory Framework, Governance, and Institutional Growth of Islamic Finance in Malaysia”. Kegiatan ini dilaksanakan pada Rabu, 4 Juni 2025, bertempat di Teater Lantai 5 FEB UIN Jakarta, dan menghadirkan Dr. Mohammad Mahbubi Ali dari IIUM Institute of Islamic Banking and Finance (Malaysia) sebagai narasumber utama.
Acara yang dimoderatori oleh Diamantin Rohadatul Aisy, MA ini berlangsung sejak pukul 09.00 hingga 13.00 WIB dan diikuti oleh mahasiswa, dosen, serta praktisi ekonomi syariah. Dalam pemaparannya, Dr. Mahbubi mengupas tuntas perkembangan kerangka regulasi, tata kelola syariah, dan pertumbuhan kelembagaan industri keuangan syariah di Malaysia serta membandingkannya dengan kondisi di Indonesia.

cov-esstudium2
Malaysia, menurut Dr. Mahbubi, telah berhasil membangun reputasi sebagai pusat keuangan Islam global, dengan pangsa pasar perbankan syariah mencapai 46,6% dan menempati peringkat ketiga dunia versi Islamic Finance Development Indicator (IFDI) 2024. Sementara itu, Indonesia berada di peringkat kesembilan dengan pangsa pasar 7,32%.
Dari sisi regulasi, Malaysia memiliki landasan hukum yang lebih komprehensif melalui Islamic Financial Services Act (IFSA) 2013 yang didukung oleh pengawasan dari Bank Negara Malaysia (BNM) dan Securities Commission (SC). Sebaliknya, Indonesia mengandalkan UU No. 21 Tahun 2008 dan UU No. 19 Tahun 2008 dengan pengawasan dari OJK dan Dewan Syariah Nasional-MUI.
Struktur tata kelola syariah di Malaysia juga dinilai lebih matang dengan penerapan model two-tier governance. Di tingkat nasional, Shariah Advisory Council (SAC) memiliki otoritas tertinggi dengan fatwa yang bersifat mengikat. Sementara itu, setiap institusi keuangan syariah diwajibkan memiliki Komite Syariah beranggotakan minimal lima orang yang memiliki kualifikasi dalam fiqh muamalah serta menguasai bahasa Arab, Inggris, dan Melayu.
Dr. Mahbubi juga menyoroti berbagai model tata kelola syariah yang diterapkan di berbagai negara, termasuk model terpusat di Malaysia dan Brunei, model desentralisasi di Inggris dan Singapura, serta model dua tingkat di Malaysia dan Sudan. Ia menekankan pentingnya independensi dan profesionalisme dewan syariah, termasuk larangan rangkap jabatan dan pembatasan keterlibatan politisi aktif di Malaysia—hal yang masih relatif longgar di Indonesia.
Perbedaan pandangan fatwa dan produk keuangan juga menjadi sorotan, seperti perbedaan pandangan terhadap akad bai’ inah, tawarruq, dan bay’ dayn. Hal ini menurut Dr. Mahbubi menunjukkan urgensi harmonisasi fatwa secara internasional agar keuangan syariah dapat beroperasi secara universal.
Mengakhiri sesi, Dr. Mahbubi menekankan peran strategis pemerintah Malaysia dalam mendukung perkembangan keuangan syariah melalui pendekatan top-down, konversi bank konvensional menjadi bank syariah, penguatan SDM melalui lembaga seperti INCEIF dan ISRA, serta implementasi Value-Based Intermediation (VBI) yang menyeimbangkan aspek keuntungan, keberlanjutan, dan dampak sosial.

studium-es
Melalui kegiatan ini, Ketua Program Studi Ekonomi Syariah, Ali Rama, PhD, berharap dapat memberikan wawasan global dan memperkaya perspektif mahasiswa dalam memahami dinamika industri keuangan syariah internasional, sekaligus memperkuat upaya internasionalisasi program studi ke depannya (AR). “Program International Guest Lecture merupakan program rutin yang diadakan oleh prodi sebagai wujud internasionalisasi pengajaran dan apalagi prodi kita sudah terakreditasi Unggul Lememba”, tambahnya. (AR)